SEJARAH DESA DADAPAYAM
Di dataran tinggi suatu wilayah perbukitan, terbentang hamparan sawah yang subur dengan segala tanaman hijau menghiasinya, terdapat sebuah desa yang sangat luas, Plaosan namanya. Desa tersebut dipimpin oleh seorang Demang (sekarang Kepala Desa) yang adil dan bijaksana. Beliau memimpin rakyatnya dengan hati yang sabar, penuh kasih
sayang serta selalu memikirkan apa yang menjadi kebutuhan rakyatnya, sehingga rakyat merasa terlindungi, terayomi, hidup damai dan selalu melaksanakan apa yang menjadi titah Ki Demang . Beliau bernama Raden Putra. Seorang Demang yang masih keturunan bangsawan, sehingga secara genetis didarahnya mengalir jiwa seorang pemimpin.
sayang serta selalu memikirkan apa yang menjadi kebutuhan rakyatnya, sehingga rakyat merasa terlindungi, terayomi, hidup damai dan selalu melaksanakan apa yang menjadi titah Ki Demang . Beliau bernama Raden Putra. Seorang Demang yang masih keturunan bangsawan, sehingga secara genetis didarahnya mengalir jiwa seorang pemimpin.
Raden Putra memerintah di Plaosan didampingi oleh permaisuri yang cantik jelita bernama Niken Limaran. Dengan permaisuri inilah beliau berhasil memimpin Plaosan, sehingga lebih dikenal di luar daerah. Karena kesibukannya mereka mengangkat beberapa abdi (pembantu) untuk memperingan dan memperlancar segala tugasnya. Salah satu yang menjadi abdi dalemnya bernama Sulimah. Seorang remaja putri yang berasal dari salah satu dusun yang masih di bawah desa Plaosan. Sulimah merupakan remaja yang sopan, bisa bergaul, cekatan dalam bekerja, rajin dan sangat pandai membawa diri. Dengan pelan Ki Demang berkata lembut kepada Sulimah.
”Sulimah kau tampak cantik akhir-akhir ini”.
"Terimakasih Raden " jawab Sulimah tersipu malu dan merasa berada di awan atas sanjugan Ki Demang, Karena kelebihan itulah maka Raden Putra tergiur dan berkeinginan untuk memperistri Sulimah sebagai isteri keduanya.
"Sulimah maukah kamu menjadi isteri keduaku?”
" Iya Raden saya mau.” Jawab sulimah dengan hati gembira berbunga-bunga
Disisi lain Ken Limaran yang menduduki sebagai isteri pertama Raden Putra meski dengan hati yang duka, cemburu yang membara, tapi tiada kuasa dan akhirnya Ken Limaran pun menerima Sulimah sebagai istri kedua suaminya itu.
”Kangmas … dengan berat hati dan sakit di dada ini, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, maka semuanya aku serahkan kepadamu suamiku tercinta,” kata Limaran kepada Ki Demang.
“Terimakasih atas restumu Dinda.” Jawab Raden Putra dengan senyum disertai wajah yang bahagia.
Sejak Raden Putra menikah dengan sulimah dan dari sinilah malapetaka menimpa Plaosan.Tidak lama kemudian permaisuri Ken Limaran mendapat anugrah dari Yang Maha Kuasa berupa janin yang ada di dalam kandungannya. Hal tersebut sangat dinantikan karena sudah beberapa lama berkeluarga belum diberi momongan. Baru kali ini mereka diberi amanah untuk momong putra. Raden Putra pun sangat bersuka cita mendengar istri pertamanya hamil. Di bulan-bulan awal kehamilan istrinya Raden Putra sangat memperhatikan kondisi si buah hatinya itu, tetapi menginjak umur tujuh bulan kehamilan istrinya beliau merasakan suatu hal yang bertolak belakang dengan keadaaan awal. Raden Putra sangat membenci istrinya dan ingin sekali nundhung minggat permaisurinya itu.
“Limaran minggat kau dari hadapanku. Muak aku melihatmu” bentak Ki Demang terhadap istrinya.
"Apa maksudmu menundhungku pergi dari rumah ini Kakanda?" Kata Limaran dengan sedih.
" Aku tidak butuh isteri sepertimu, karena aku sudah punya isteri kedua yang sangat cantik dibandingmu Limaran! “
Hal ini diperparah dengan melihat kemolekan, keindahan, keseksian serta bujuk rayu Sulimah sebagai istri kedua. Kemarahan Raden Putra mencapai klimak ketika Ken Limaran melahirkan anaknya. Rasa kesetanen pun menghinggapi Raden Putra, sehingga beliau tega mencongkel kedua mata istrinya. Tidak hanya itu saja kemurkaan Ki Demang, beliau juga memaksa istrinya harus minggat dari Plaosan. Dengan perasan kecewa, sedih, merana, serta dengan seribu macam perasaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata, Ken Limaran meninggalkan Plaosan sembari menggendong anaknya yang masih jabang itu. Perginya permaisuri diikuti oleh abdi yang setia kepadanya dan dijadikan penunjuk jalan karena beliaunya sudah buta. Sementara itu kedua mata Ken Limaran yang dicongkel disimpan di Jenggala (nyuwunan) rumah utama Raden Putra. Dan sejak itu pula Raden Putra mempunyai kegemaran baru yaitu adu jago (sabung ayam).
"Wahai Permaisuri kemanakah kita akan pergi?" Tanya seorang Abdi
"Aku tidak tahu, tapi setidaknya kita harus terus berjalan dan mencari tempat tinggal." Jawab Limaran.
Perjalanan Ken Limaran dari Plaosan kearah utara timur laut dan sampailah pada suatu desa. Di desa inilah Limaran membesarkan si jabang bayi. Anak tersebut di beri teteger Cinde Laras. Dalam beberapa tahun mereka bertiga hidup dalam satu keluarga yang serba kekurangan.
Tidak lama kemudian abdi tercinta pun meninggal dunia, sehinga Cinde dan Ken Limaran hidup berdua. Cinde Laras memiliki ayam jago. Ayam itu tumbuh besar dan gagah. Kemudian setiap kotoran ayam yang dikeluarkan menghasilkan sebuah curi-curi yang besar dan menjulang tinggi. Yang salah satunya yang paling terkenal adalah Curi Buthak. Dan nama dari Desa Dadap Ayam berasal dari nama Cinde Laras. Dimana Limaran hidup dan tinggal di bawah pohon dadap dan juga anak nya memiliki nama Cinde Laras yg memiliki ayam jago.
Setelah sekian lama sejarah Desa Dadapayam telah berlangsung, kini desa ini terbagi menjadi 9 dusun diantaranya dusun Jangglengan, dusun Plaosan, disun Blimbing, dusun Krajan, dusun Pojok, dusun Ngroto, dusun Ngenjer, dusun Bulu, dusun Gempol, dan dusun Jambe.
kehidupan masyarakat Desa Dadapayam sebagian besar adalah sebagai petani dan berkebun. Mereka setiap hari mencangkul, meninjau sawah, membersihkan ladang, mengairi air dimusim hujan, dan menama padi. Panen kebun masyarakat desa dadapayam diantaranya kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan umbi. Tanaman-tanaman penduduk tumbuh subur sekali. Terkecuali saat gagal panen petani sangat merugi dan kecewa. Sehingga mereka terpaksa harus beli beras. Istilah dalam bahasa jawa adalah " nempur".
Salah satu ciri khas dari desa kami adalah curi-curi (batu besar menjulang tinggi) diantaranya adalah curi bhutak. Curi buthak adalah batu yang menjulang tinggi dan besar di antara curi - curi yang lain.
Tradisi nenek moyang kami adalah Merti Desa dan tingkepan yang diadakan setiap tahun sekali. Hal ini merupakan wujud syukur masyarakat terhadap Tuhan YME atas hasil panennya. Sehingga masyarakat melakukan untuk hal positif berupa syukuran. Acara ini di isi dengan jolenan ( kreasi keterampilan masyakat). Kreasi ini cukup besar sehingga dipikul oleh 4-5 orang. Setiap RT membuat satu kreasi jolenan. Di dalamnya terdapat makanan hasil dari kenduren masyarakat. Jolen-jolen ini akan dipikul mengelilingi desa disertai tabohan dari gamelan. Menampilkan reog dan tontonan wayang kulit. Sebagai tanda pewarisan kebudayaan dan kesenian masyarakat Indonesia.
Di Desa Dadapayam terdapat sebuah air terjun tersembunyi yaitu air terjun Sebrangan, air terjun Nggedat, dan air terjun Pancur yang lokasinya tepat di dusun Bulu. Akses jalan menuju air terjun ini cukup ekstrim karena melewati tebing tinggi dan terjal. Air terjun tersebut akan lebih apik pada musim hujan karena di musim itulah akan mengalir air. Sedangkan di musim kemarau kondisi air terjunpun kering. Tiket masuk ke wisata ini seharga Rp5000,00.
Banyak wisatawan dari luar daerah yang berbondong-bondong datang ke air terjun ini untuk menikmati keindahan sekaligus berfoto-foto.
#IH
#Lsta
Maaf mbk dusunnya kurang 3 mbk Bulu , gempol dan krajan mbk
BalasHapusBaik, Terima kasih atas tanggapannya
BalasHapus